Selasa, 19 April 2011

Mawar Hitam (4)

Petikan gitar mengalun perlahan memenuhi seisi ruang rumah. Airil menyanyi-nyanyi perlahan sambil membayangkan sepasang mata tajam yang menikam jantungnya siang tadi.

Dia tak dapat lupakan renungan mata Riki itu. Masih ada gementar, masih ada getaran kuat yang lahir dari sinar tajamnya. 

Airil mengeluh lemah. Gitar kesayangannya itu diletakkan ke sisi. Dia melangkah ke balkoni lalu menebar pandang ke arah kotaraya yang terbentang indah di bawah. Bersama-sama pemandangan itu juga Airil akhirnya tenggelam melayan suatu memori yang jauh. 

Tiada ulasan: